Jumat, November 26, 2010

ORIENTASI DAN RUANG LINGKUP BP/BK

PENDAHULUAN

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.

Bimbingan dan konseling juga haruslah dikenalkan kepada setiap peserta didik sejak dini dan karena layanan bimbingan dan konseling ini haruslah diperkenalkan kepada saat yang tepat dan jangan sampai menjadi salah sasaran. Dalam hal ini pula cakupan bimbingan dan konseling haruslah sesuai dengan apa yang diharapkan dari tujuan bimbingan dan konseling ini. Karena dalam kehidupan di sekolah sering terjadi pemahaman yang salah tentang bimbingan dan konseling dimata para pendidik maupun peserta didik itu sendiri yang notabennya menjadi objek kajian bimbingan dan konseling

Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang orientasi dan ruang lingkup yang harus di capai bimbingan dan konseling, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang orientasi atau pengenalan dan ruang ingkup bimbingan dan konseling.


PEMBAHASAN

A. Orientasi Bimbingan dan Konseling

Bimbingan pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis. Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.

Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian sejak Kurikulum 1994 hingga sekarang berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan wacana sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.

Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan, saat ini sedang dikembangkan pula pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih luas, seperti dalam keluarga, bisnis dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu membawa konsekuensi tersendiri bagi untuk kepentingan tersebut.

Visi bimbingan dan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar individu berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia. Berdasarkan visi tersebut terdapat tiga misi yang diemban bimbingan dan konseling, yaitu :

1. Misi Pendidikan; mendidik peserta didik melalui pengembangan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan yang terkait masa depan.

2. Misi Pengembangan; memfasilitasi perkembangan individu di dalam satuan pendidikan formal ke arah perkembangan optimal melalui strategi upaya pengembangan lingkungan belajar dan lingkungan lainnya serta kondisi tertentu sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat.

3. Misi Pengentasan Masalah; membantu dan memfasilitasi pengentasan masalah individu mengacu kepada kehidupan sehari-hari yang efektif.

Jadi, disini jelaslah bahwa Bimbingan dan Konseling merupakan sesuatu ilmu atau pengarahan yang mestinya di perkenalkan sejak dini di lingkungan sekolah dan selanjutnya ke dalam lingkungan masyarakat yang cakupannya lebih luas. ini dikarenakan akan mempengaruhi terhadap prilaku dan pola hidup sehari-hari anak didik.

B. Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling

Secara formal, terdapat empat bidang yang menjadi ruang lingkup garapan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks pesekolahan saat ini, yaitu :

1. Bidang pelayanan kehidupan pribadi; membantu individu menilai kecakapan, minat, bakat, dan karakteristik kepribadian diri sendiri untuk mengembangkan diri secara realistik.

2. Bidang pelayanan kehidupan sosial; membantu individu menilai dan mencari alternatif hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas.

3. Bidang pelayanan kegiatan belajar; membantu individu dalam kegiatan dalam rangka mengikuti jenjang dan jalur pendidikan tertentu dan/atau dalam rangka menguasai kecakapan atau keterampilan tertentu.

4. Bidang pelayanaan perencanaan dan pengembangan karier; membantu individu dalam mencari dan menetapkan pilihan serta mengambil keputusan berkenaan dengan karier tertentu, baik karier di masa depan maupun karier yang sedang dijalaninya.

Bimbingan konseling, tujuan utama pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yaitu untuk membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek sosial pribadi, pendidikan dan karir sesuai dengan tuntutan lingkungan dan masyarakat, ada beberapa bidang garapan dari bimbingan dan konseling ini, bidang bimbingan yang akan diberikan meliputi tiga bidang garapan, yakni :

1. Bimbingan sosial pribadi yang memuat layanan bimbingan yang bersentuhan dengan :

· Pemahaman diri.

· Mengembangkan sikap positif

· Membuat pilihan kegaiatan secara sehat

· Menghargai orang lain

· Mengembangkan rasa tanggungjawab

· Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi

· Keterampilan menyelesaikan masalah

· Membuat keputusan secara baik

2. Bimbingan Pengembangan Pendidikan, memuat layanan yang berkenaan dengan :

· Belajar yang benar

· Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan

· Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannyaKeterampilan untuk menghadapi ujian

3. Bimbingan pengembangan karier, meliputi :

· Mengenali macam-macam dan ciri-ciri berbagai jenis pekerjaan

· Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan

· Mengeksplorasi arah pekerjaan

· Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan

Adapun menurut para ahli, layanan Bimbingan dan Konseling meliputi empat bidang garapan, seperti yang dikemukakan oleh Muro dan Kottman (Ahman, 1998 ; 2530) yakni :

1. Layanan Dasar Bimbingan

Layanan ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan dasar untuk kehidupannya, dengan muatan materi yakni

· Self Esteem

· Motivasi berprestasi

· Keterampilan pengambilan keputusan, merumuskan tujuan dan membuat perencanaan

· Keterampilan pemecahan masalah

· Kefektifan dalam hubungan antar pribadi

· Keterampilan berkomunikasi

· Keefektifan dalam memahami lintas budaya

· Prilaku yang bertanggungjawab

2. Layanan Responsif

Layanan ini bertujuan untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial pribadi dan karier atau masalah perkembangan pendidikan, muatan materinya mencakup :

· Kesuksesan akademik

· Kenakalan anak

· Masalah putus sekolah

· Kehadiran

· Sikap dan prilaku terhadap sekolah

· Hubungannya dengan teman sebaya

· Keterampilan studi

· Penyesuaian di sekolah baru

3. Sistem Perencanaan Individual

Tujuan layanan ini adalah membantu siswa untuk merencanakan, memonitor dan mengelola rencana pendidikan, karir dan pengembangan sosial pribadi oleh dirinya sendiri. Dengan kata lain, melalui sistem perencanaan individual siswa dapat:

· Mempersiapkan pendidikan, karir, tujuan sosial pribadi yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakat.

· Merumuskan rencana untuk mencapai tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan tujuan jangka panjang.

· Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya

· Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya

· Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya

4. Sistem Pendukung

Komponen sistem pendukung lebih diarahkan kepada pemberian layanan dan kegiatan manajemen yang secara tidak langsung bermanfaat bagi siswa. Layanan ini mencakup:

· Konsultasi dengan guru-guru

· Dukungan bagi program pendidikan orang tua dan upaya-upaya masyarakat

· Partisipasi dalam kegiatan sekolah bagi peningkatan perencanaan dan tujuan

· Implementasi dan program standarisasi instrumen tes

· Kerja sama dalam melaksanakan riset yang relevan

· Memberikan masukan terhadap pembuat keputusan dalam kurikulum pengajaran, berdasarkan perspektif siswa

Continue Reading

MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT

PENDAHULUAN


Alqur’an adalah kitab terakhir yaang diturunkan oleh Allah. Ia merupakan penyempurna bagi kitab-kitab yang dulu telah diturunkan. Di dalamnya termuat segala petunjuk yang dapat menyelamatkan manusia, baik yang bersifat eksplisit (tersurat, jelas), maupun yang implisit (tersirat, perlu penafsiran). Dan juga, dengan segala kelebihannya, Alqur’an memberikan dasar-dasar dan juga petunjuk baik yang berbentuk muhkam, maupun mutasyabih; berupa ‘amm maupun yang khash; dan dengan keindahannya yang tertuang dalam amtsal dan qashash.
Salah satu persoalan ulumul Qur’an yang masih diperdebatkan sampai sekarang ini adalah kategorisasi muhkamat dan mutasyabihat. Telaah dan perdebatan di seputar masalah ini telah banyak mengisi lembaran khazanah keilmuan Islam, terutama menyangkut penafsiran al-Qur’an.
Adapun dalam makalah ini, pembahasan seputar ayat muhkamat dan mutasyabihat difokuskan kepada ulama atau tokoh-tokoh Islam, seperti Manna’ Khalil Al Qattan, Ibnu Abbas, Syamsurizal Panggabean, Al-Asfahani, ulama Salaf (Imam Malik), ulama Muta’akhirin (Abu Hasan Al-Asy’ari) hingga tokoh modernisme (Masdar F. Mas’udi) serta tokoh-tokoh yang terkait lainnya. Dalam uraiannya nanti, penulis akan membahasnya berdasarkan tiga klasifikasi teori, yaitu teori pemahaman, teori pengalaman dan teori isi. Untuk lebih jelasnya ketiga teori tersebut, akan diuraikan di bawah ini.


PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kata muhkamat dan mutasyabihat, perlu berasal dari kata “muhkam” dan lafal “mutasyabih” adalah bentuk mudzakar untuk menyifati kata-kata mudzakar juga, seperti sebutan al-Qur’an yang muhkam atau mutasyabih. Sedangkan lafal “muhkamat” dan “mutasyabihat” adalah bentuk kata muannats untuk menyifati kata yang muannats pula, seperti sebutan untuk surah atau ayat yang muhkamat atau mutasyabihat. Kedua lafal tersebut mempunyai banyak arti, baik menurut bahasa maupun istilah. Karena itu, kedua pengertian tersebut perlu dibahas.
Menurut bahasa, muhkam berasal dari kata-kata “حكمت الدابة وأحكمت”, artinya saya menahan binatang itu. Kata al-hukm berarti memutuskan antara dua hal atau perkara. Maka, hakim adalah orang yang mencegah kedzaliman dan memisahkan antara dua pihak yang bersengketa, serta memisahkan antara yang haq dengan yang bathil dan antara kejujuran dan kebohongan. Sedangkan ihkam al-kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi, yang dimaksud kalam muhkam adalah perkataan yang kokoh, benar, jelas dan tegas.
Sedangkan mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yaitu bila satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Adapun syubhah berarti keadaan di mana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara kongkrit maupun abstrak. Jadi, tasyabuh al-kalam adalah kesamaan serta kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membenarkan sebagian yang lain serta sesuai pula maknanya.
Menurut Imam Manna’ Khalil Al Qattan Beliau mendefinisikan muhkam dan mutasyabih menjadi 3 pendapat:
a. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya; sedangkan mutasyabih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah sendiri
b. Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah; sedangkan mutasyabih mengandung banyak wajah
c. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa memerlukan keterangan lain; sedangkan mutasyabih memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.
B. Teori Pemahaman
Dalam teori pemahaman mengenai muhkamat dan mutasyabihat, akan dikemukakan tiga teori yang didasarkan pada pendapat ulama salaf yang diwakili oleh Imam Malik, ulama muta’akhirin yang diwakili oleh Abu Hasan al-Asy’ari, dan pendapat Imam Al-Raghib al-Asfahani.
Menurut para ulama salaf, seperti yang dikemukakan oleh Imam Malik, bahwa mereka mempercayai dan meyakini ayat mutasyabihat dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah). Mereka berusaha untuk mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan al-Qur’an. Sebagai contoh, ketika Imam Malik ditanya tentang istiwa’, ia menjawab:
الإستواء معلوم والكيف يجهول والسؤال عنه بدعة وأظنك رجل السوء أخرجوه عنى
(Istiwa` itu telah kita ketahui, sedangkan caranya tidak kita ketahui, dan mempelajarinya bid’ah. Aku kira engkau adalah orang tidak baik. Keluarkan dia dari tempatku)
Berdasarkan jawaban Imam Malik di atas, tampak jelas bahwa ia tidak menjelaskan pengertian istiwa’ seperti yang ditanyakan kepadanya, ia hanya memaklumkannya saja. Hal ini membuktikan bahwa menurut ulama salaf, ayat mutasyabihat tidak dapat dipahami maknanya, karena hanya Allah saja yang dapat memahami makna sesungguhnya.
Ibnu Ash-Shalah menjelaskan bahwa madzhab salaf ini dianut oleh generasi dan para pemuka umat Islam pertama. Madzhab ini pula yang dipilih imam-imam dan para pemuka fiqih. Kepada madzhab ini pula, para imam dan pemuka hadits mengajak para pengikutnya. Tidak ada seorang pun di antara para teolog dari kalangan kami yang menolak madzhab ini.
Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pada intinya kaum salaf mensucikan Allah dari makna lahir kalimat pada sifat-sifat-Nya, karena makna harfiah demikian mustahil bagi Allah. Mereka benar-benar mengimani sepenuhnya rahasia kandungan makna firman Allah mengenai sifat-Nya itu, dan mereka menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah.
Pendapat di atas, berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh ulama muta’akhirin. Dalam hal ini, penulis mengambil pendapat yang dikemukakan oleh Abu Hasan Al-Asy’ari. Menurutnya bahwa ayat-ayat mutasyabihat itu dapat dipahami maksudnya oleh orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentangnya. Abu Hasan Al-Asy’ari berpendapat bahwa cara membaca surah Ali Imran ayat 7 tersebut berhenti atau ber-akhir pada kalimat “dan orang-orang yang berilmu mendalam”. mutasyabihat tersebut. Di bawah ini akan dijelaskan pula beberapa pendapat yang relevan dengan pendapat ulama muta’akhirin tentang kemungkinan untuk memahami ayat-ayat mutasyabihat. Dasar dari pendapat mereka itu adalah surah Ali Imran ayat 7 yang berbunyi sebagai berikut: Artinya, orang-orang yang mendalam ilmunya akan dapat memahami makna atau maksud ayat-ayat
Artinya: “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihatmutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”. daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
Menurut Muhammad Asad, kunci utama untuk memahami ayat al-Qur’an adalah ayat 7 pada surah Ali Imran di atas. Ayat itulah yang menjadikan risalah al-Qur’an mudah dicerna bagi mereka yang mau menggunakan pikirannya, karena mutasyabihat adalah ayat-ayat yang menggunakan redaksi majazi (metaforis) dan mempunyai makna-makna simbolis. Al-Qur’an memiliki banyak ayat mutasyabihat, sehingga bila redaksinya tidak dipahami secara metaforis, maka sangat memungkinkan terjadinya kekeliruan dalam memahami jiwa ajaran al-Qur’an. Jadi, dari pendapat Asad ini, ayat-ayat yang tergolong fawatih as-suwar juga dapat ditafsirkan secara metaforis agar dapat mengungkap jiwa ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an.
Dalam konteks fawatih as-suwar tersebut, Imam Nawawi berusaha menafsirkan huruf pembuka surah dengan mengaitkannya kepada nama Allah. Misalnya, Alif Lam Mim ditafsirkan dengan Ana Allah A’lam (Akulah Tuhan yang Maha Tahu). Alif Lam Ra’ ditafsirkan dengan Ana Allah Ara (Akulah Tuhan yang Maha Melihat). Alif Lam Ra’ dan Ha Mim merupakan ejaan ar-rahman yang dipisahkan. Dalam mengomentari huruf Kaf Ya Ha ‘Ain Shad, ia berkata: “Kaf sebagai lambang Karim (Pemurah), HaHadin (Pemberi Petunjuk), Ya’ berarti Hakim (Bijaksana), ‘Ain berarti ‘Alim (Maha Mengetahui), dan Shad berarti Shadiq (Yang Mahabenar)”. berarti
Menurut Sayyid al-Quthub, huruf-huruf itu mengingatkan pada sebuah kenyataan bahwa al-Qur’an disusun dari huruf-huruf yang lazim dikenal bangsa Arab, yaitu tujuan al-Qur’an pertama kali diturunkan. Dalam pandanganya, misteri dan kekuatan huruf-huruf itu terletak pada kenyataan bahwa meskipun huruf-huruf itu terletak begitu lazim dan sangat dikenal, manusia tidak akan dapat menciptakan gaya dan diksi yang sama dengannya untuk membuat kitab seperti al-Qur’an.
Pendapat lain seperti Ibn Katsir, Ath-Thabari dan Rasyid Ridha menyatakan bahwa huruf-huruf tersebut berfungsi sebagai tanbih atau peringatan. Dalam hal ini, Rasyid Ridha berargumentasi bahwa letak keindahan pembicara adalah ketika menyandarkan perhatian pendengarnya agar mereka mampu untuk menangkap serta mampu menguasai hal-hal yang dibicarakannya.
Berkaitan dengan pendapat itu, Jalaluddin As-Suyuthi mengatakan bahwa al-Qur’an tidak menggunakan kata-kata peringatan (tanbihat) yang biasa digunakan dalam bahasa Arab, seperti ala dan ama karena keduanya termasuk lafal-lafal yang biasa dipakai dalam percakapan, sedangkan al-Qur’an merupakan kalam Allah karenanya menggunakan alif sebagai kata peringatannya yang belum pernah digunakan sama sekali sehingga lebih terkesan bagi pendengarnya.
Dalam tradisi sufi, rahasia-rahasia huruf itu dijelaskan dengan perspektif esoterik-simbolik. Ibnu ‘Arabi dianggap sebagai pelopor dalam hal ini. ‘Arabi menjelaskan bahwa alif adalah nama esensi Ilahi, yang menunjukkan bahwa Allah SWT merupakan yang pertama dari segala eksistensi, sedangkan lam terbentuk dari dua alif, dan keduanya dikandung oleh mim. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa setiap nama adalah referensi untuk hakikat (esensi), yaitu yang mengandung satu atau beberapa sifat yang lain (atribut). Oleh karena itu, mim merupakan referensi terhadap tindakan Nabi Muhammad. Selain itu, Ibnu ‘Arabi juga menjelaskan bahwa alif adalah simbol sifat dan tindakan-tindakan Nabi Muhammad, maka lam yang mengantarkan alif dan mim merupakan simbol nama malaikat Jibril.
Penafsiran terhadap ayat mutasyabihat di atas, sejalan dengan pendapat seorang sarjana muslim modern penafsir al-Qur’an bernama Muhammad Asad. Ia berpendapat bahwa al-Qur’an memang mengandung ayat-ayat yang pasti maknanya tidak samar, namun kebanyakan justru firman-firman yang metaforis. Menurut sarjana ini, sifat alegoris atau metaforis keterangan-keterangan dalam Kitab Suci itu harus digunakan sebagai metodologi penyampaian pesan, sebab manusia tidak akan dapat memahami sesuatu yang sama sekali abstrak, yang tidak ada asosiasinya dengan apa yang sudah ada dalam alam fikirannya. Namun manusia, dalam usaha memahami keterangan suci itu, tidak dibenarkan untuk menganggap perolehannya sebagai mutlak dan final, sebab “tidak ada kesalahan yang lebih besar dari pada berfikir bahwa ‘terjemahan-terjemahan’ (yakni, ungkapan dalam bahasa manusia) itu dapat memberi definisi kepada sesuatu yang tidak mungkin didefinisikan. Penjelasan ini semakin memperuncing perbedaan antara pendapat para ulama salaf dengan muta’akhirin dalam memahami ayat muhkamat dan mutasyabihat. Perbedaan yang tajam ini, selanjutnya didamaikan Imam Al-Raghib al-Asfahani di bawah ini.
Menurut al-Asfahani, ayat-ayat mutasyabihat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. ayat atau lafadz yang sama sekali tidak dapat diketahui artinya secara hakiki, seperti saat tibanya hari kiamat, kalimat daabbatul-ardhi (sejenis binatang yang akan muncul menjelang kehancuran alam semesta). Hal ini seperti terdapat dalam surah An-Naml ayat 82:

           • ••     

“Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami ”

2. ayat mutasyabihat yang dengan berbagai sarana manusia dapat mengetahui maknanya, seperti lafadz yang aneh dan hukum yang tertutup.
3. ayat-ayat mutasyabihat yang khusus hanya dapat diketahui maknanya oleh orang yang mendalam ilmunya dan tidak dapat diketahui oleh orang-orang selain mereka, yaitu sebagaimana yang diisyaratkan oleh doa Rasulullah bagi Ibnu Abbas: “Ya Allah, karuniakanlah ia ilmu yang mendalam mengenai agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya”.
Jalan tengah yang diambil oleh Al-Asfahani di atas menunjukkan kearifannya dalam menyikapi perbedaan pendapat di antara para ulama salaf dengan muta’akhirin, tanpa harus menyalahkan atau membenarkan pendapat di antara keduanya.
C. Teori Pengalaman
Dalam teori pengalaman ini, pembahasannya diarahkan kepada ayat yang dinasakh atau mansukh. Menurut para ulama, ayat muhkamat itu pada umumnya adalah ayat-ayat yang sudah dinasakh, seperti halal, haram, hudud, kewajiban, janji dan ancaman. Hal ini cukup sejalan dengan pendapat Ali ibnu Abi Thalhah, yang menyatakan bahwa ciri-ciri dari ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat lain, ayat yang menghalalkan, ayat-ayat yang mengharamkan, ayat yang berisi ketentuan, ayat yang mengandung kewajiban, ayat-ayat yang harus di-imani dan diamalkan.
Sedangkan ayat-ayat yang tergolong ayat mutasyabihat menurut pandangan ulama adalah ayat-ayat mansukh, seperti ayat yang terkait dengan asma’ Allah dan sifatNya. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Ali ibnu Thalhah yang menjelaskan bahwa ayat-ayat mutasyabihat itu adalah ayat-ayat yang telah dibatalkan, ayat-ayat yang dipertukarkan antara yang dahulu dan yang kemudian, ayat-ayat yang berisi beberapa variabel, ayat-ayat yang mengandung sumpah, ayat-ayat yang hanya boleh diimani dan diamalkan.
Ayat-ayat yang tergolong mutasyabihat di maksud, seperti terdapat dalam surah Thaha, ayat 5:
    
“(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy”

Selain ayat tersebut, terdapat juga ayat mutasyabihat misalnya di dalam surah al-Qashash ayat 88, al-Fath ayat 10, al-An’am ayat 18, al-Fajr ayat 22, al-Bayyinah ayat 8 dan lainnya. Selain itu, ayat yang menjadi pembuka surah pada beberapa surah dalam al-Qur’an juga ter-masuk ke dalam ayat mutasyabihat.

D. Teori Isi
Dalam teori isi ini, dikemukakan tiga pendapat yang bersumber dari Ibnu Abbas, Syamsurizal Panggabean dan Masdar F. Mas’udi.
Menurut Ibnu Abbas di dalam Tafsir Al-Manar, ayat muhkamat itu terkait dengan sepuluh perintah Allah yang dijelaskan dalam surah Al-An’am. Sedangkan selain sepuluh perintah Allah itu, maka ayat-ayat lainnya tergolong ayat mutasyabihat. Adapun di antara sepuluh perintah Allah di maksud, misalnya Dia memerintahkan untuk memakan hewan yang disembelih atas nama-Nya (Al-An’am ayat 118), larangan untuk memakan harta anak yatim (Al-An’am ayat 152) dan lain sebagainya.
Sedangkan Syamsurizal Panggabean mengembangkan pendapat dari Asy-Syafi’i atau Ash-Sya’bi, yang menjelaskan bahwa ayat yang tergolong mutasyabihat itu terdapat di dalam surah Al-Ahzab tentang tujuh kisah Nabi dan umatnya yang memperoleh kemenangan dalam menghadapi lawan-lawannya.
Berbeda pula dengan Masdar F. Mas’udi. Ia mengatakan bahwa setiap ayat yang bersifat universal atau mujmal kandungannya termasuk ayat mutasyabihat, sedangkan ayat yang bersifat parsial atau partikular itu termasuk ayat-ayat muhkamat. Terkait dengan ayat mutasyabihat di- karenakan kemujmalannya, As-Suyuthi menjelaskan: “di antara (ayat-ayat mujmal) adalah ayat-ayat yang di dalamnya terdapat istilah-istilah syar’iyyah, seperti: “Dan tegakkanlah shalat dan tunaikan zakat”, dan “barang siapa yang melihat di antara kamu bulan maka puasalah”, dan “untuk Allah diwajibkan atas manusia untuk menunaikan haji”. Ayat tersebut dikatakan mujmal karena kata shalat mengandung makna semua doa, puasa semua bentuk pengekangan, dan haji semua bentuk tujuan. Maksud dari kata-kata tersebut tidak ditunjukkan oleh bahasanya dan membutuhkan penjelasan.”
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami mengapa Masdar F. Mas’udi menyatakan bahwa ayat-ayat yang mujmal termasuk ayat-ayat mutasyabihat? Jawabnya karena ayat yang mujmal tersebut masih samar maknanya. Sehubungan dengan kesamaran makna pada ayat-ayat mutasyabihat ini, Abdul Jalal menjelaskan secara rinci dan membagi-nya menjadi tiga macam, yaitu: samar pada lafal, samar pada makna, dan samar pada lafal dan maknanya. Kesamaran pada lafalnya seperti lafal yang masih mufrad (lafal yang belum tersusun dalam kalimat) atau lafal yang sudah murakkab (lafal yang tersusun dalam kalimat). Lafal yang mufrad memiliki ketidakjelasan arti disebabkan oleh lafalnya yang gharib (asing) dan musytarak (bermakna ganda). Contoh lafal mufrad yang gharib adalah lafal ابا dalam surah Abasa ayat 31:
(  
”Dan buah-buahan serta rumput-rumputan,”

sehingga asing. Kalau tidak ada penjelasan dari ayat berikutnya, arti kata abban itu sulit dimengerti umat. Tetapi ayat 42 surah Abasa menyebutkan:
(Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu)
Setelah adanya ayat tersebut, baru jelas bahwa yang dimaksudkan dengan abban adalah rerumputan, seperti bayam, kangkung dan sebagainya yang disenangi manusia dan binatang ternak.
Sedangkan contoh lafal mufrad yang bermakna ganda adalah lafal dalam surah ash-Shafaat ayat 93:
”Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya / dengan kuatnya / sesuai dengan sumpahnya.”
Kata al-yamin dalam ayat di atas adalah lafal mufrad yang musytarak (bermakna ganda). Kata al-yamin bisa berarti tangan kanan, kekuasaan atau sumpah. Arti tersebut semua relevan sehingga samar maknanya.
Termasuk ayat-ayat mutasyabihat yang terjadi karena samar dalam lafalnya seperti huruf muqaththa’ah (huruf yang terputus-putus di pembukaan atau permulaan surah al-Qur’an. Misalnya كهيعص – طه – حم يس – الم dan sebagainya.
Adapun kesamaran dalam lafal murakkab disebabkan lafal-lafal yang murakkab (lafal yang tersusun dalam kalimat) itu terlalu ringkas, atau terlalu luas, atau karena susunan kalimatnya kurang tertib. Contoh tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 3:
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak yatim, lalu mengapa disuruh kawini wanita yang baik-baik, dua, tiga atau empat. Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu singkat.
Sedangkan contoh tasyabuh (kesamaran) lafal murakkab karena terlalu luas, seperti dalam lafal dalam surat Asy-Syura, 11: ليس كمثله شىء (tidak ada sesuatu apapun yang seperti yang seperti-Nya). Dalam ayat tersebut kelebihan huruf kaf dalam kata kamitslihi, akibatnya kalimat tersebut menjadi samar artinya, karena sulit dimengerti maksudnya. Seandainya huruf kaf tadi dibuang, maka maknanya akan jelas.
Adapun contoh tasyabuh lafal murakkab karena susunannya yang kurang tertib, seperti dalam surah Al-Kahfi ayat 1-2:
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingat-kan siksaan yang sangat pedih…”.
Pengertian Allah tidak menjadikan kebengkokan dalam al-Qur’an dan menjadikannya lurus, tentu merupakan hal yang sukar dipahami orang. Hal ini disebabkan dalam ayat tersebut susunan kalimatnya kurang tertib.
Sedangkan kesamaran pada makna ayat, umumnya makna dari sifat-sifat Allah, seperti sifat Rahman, Rahim, Qudrat-IradatNya maupun sifat-sifat lainnya. Selain itu, kesamaran juga terjadi pada makna yang terkait dengan hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur dan siksa di neraka. Kesamaran tersebut disebabkan keterbatasan akal manusia untuk menjelaskannya.
Adapun kesamaran pada lafal dan makna ayat, dapat dilihat pada surah Al-Baqarah, ayat 189:
“…dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa…”
Orang yang tidak mengerti adat-istiadat bangsa Arab pada masa Jahiliyah, tidak akan paham terhadap maksud ayat tersebut. Sebab, kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya karena terlalu ringkas, terjadi pula pada maknanya karena termasuk adat kebiasaan khusus orang Arab yang tidak mudah diketahui oleh bangsa lain.

E. Penerapan Muhkam dan Mutasyabih dalam Penafsiran
Tampaknya sebagian besar ulama sepakat bahwa ayat yang tergolong muhkamat adalah ayat yang sudah jelas maksudnya, tidak lagi memerlukan ta’wil. Sementara ayat-ayat yang tergolong mutasyabihat dipahami sebagai yang ambigu, membutuhkan ta’wil. Aturan yang disepakati ulama adalah mutasyabihat harus dikembalikan ke yang muhkam. Maksudnya, tafsir yang ambigu didasarkan pada yang jelas. Aturan ini berarti ulama sepakat bahwa yang menjadi kriteria adalah teks itu sendiri. Jelasnya, muhkamat menjadi “panduan” untuk menafsirkan dan memahami yang ambigu mutasyabihat. Bagian-bagian teks saling menafsirkan satu sama lainnya.
Dalam kritik sastra, dapat dikatakan bahwa teks mengandung bagian yang dapat dianggap sebagai “kunci-kunci” semantik yang memungkinkan pembaca dapat memasuki dunia teks, dan menangkap hal-hal yang rahasia dan samar. Teks yang memuat ambigu dan distingsi merupakan mekanisme teks yang penting untuk mentransfer tindak pembacaan menjadi tindak positif yang dapat memberikan sumbangan dalam memproduksi makna teks. Dengan demikian, memproduksi makna merupakan tindakan bersama antara teks dan pembaca, dan karenanya tindakan tersebut berubah-ubah menurut jumlah pembaca pada satu sisi, dan menurut “situasi” pembacaan pada sisi lain.
Dengan cara menyikapi ayat muhkamat dan mutasyabihat seperti itulah, akan terbuka ruang bagi para ulama untuk menafsirkan ayat al-Qur’an secara leluasa tanpa mengesampingkan batas-batas normanya. Batas norma tersebut setidaknya terkait dengan pendapat Al-Maududi, bahwa “tidak dapat disangkal manusia, dengan kedalaman pengetahuannya tentang alam dan hakikat ilmiah, menyebabkan bertambah dalam pula pemahamannya tentang makna al-Qur’an. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa dia memahami al-Qur’an melebihi pemahaman Nabi dan murid-muridnya (sahabat) yang memperoleh pemahaman tersebut dari Nabi saw”.
Pendapat Al-Maududi di atas relevan dengan pendapat sebagian besar penganut Sunni, mereka menerima adanya interpretasi metaforis terhadap ayat mutasyabihat, tapi diberikan batasan tertentu agar tidak menyimpang ke arah kesesatan. Misalnya saja mereka menolak antropomorfisme, dengan mengatakan bahwa sekalipun disebutkan Tuhan mempunyai tangan, wajah, mata dan sebagainya, namun tangan, wajah dan mata Tuhan itu tidak sama dengan yang ada pada makhluk seperti manusia, dan “tanpa bagaimana” (bi-la kayfa). Inilah metode al-Asy’ari yang menjadi rujukan utama dalam faham Sunni tentang ilmu ketuhanan atau aqidah.
Dengan terbukanya penafsiran terhadap ayat mutasyabihat oleh kaum Sunni atau yang lebih liberal dari itu, akan terbuka pintu-pintu pembaharuan dalam Islam. Karena berawal dari pemahaman yang lebih leluasa terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat muhkamat atau mutasyabihat seperti itu, akan lahir semangat pembaharuan dengan ide segar yang lebih modernis.
Continue Reading

DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR

PENDAHULUAN

Salah satu karakteristik yang penting dari proses belajar- mengajar yang efektif ialah kemampuan guru bekerja dengan subyek didik serta kemampuan mengorganisasikan pengalaman belajar sistematik. Hal ini berarti bahwa guru hendaknya mampu dan mau mengerti keadaan subyek didiknya dan atas dasar pengertian ialah mengorganisasikan pengalaman belajar yang disajikan kepada mereka.
Salah satu keadaan subyek didik yang perlu mendapat perhatian guru ialah kesulitan mereka di dalam belajar. Banyak guru yang merasa aman jika skor rata- rata yang dicapai para siswanya melebihi batas lulus yang ditentukan. Mereka kurang menyadari bahwa sesungguhnya skor rata- rata tidak selalu menggambarkan keberhasilan proses belajar mengajar yang langsung di kelas. Tugas guru tidak hanya sampai pada pencapaian skor rata- rata yang memadai, didik asuhannya dapat berkembang secara optimal menurut irama dan cara yang sesuai.
Oleh karena subyek didik memiliki perkembangan yang unik baik dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, lingkungan, ataupun interaksi antara keduanya, maka di dalam tiap kelas tidak mustahil akan terdapat beberapa subyek didik yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan-kesulitan tersebut hendaknya dideteksi oleh para guru sedini mungkin agar dapat direncanakan program remedi yang sesuai dan bermanfaat. Kesulitan belajar yang mereka alami dalam suatu kelas tentu saja bervariasi baik intensitas maupun jenis atau penyebabnya, subyek didik yang mengalami kesulitan yang ekstrim biasanya tidak di temukan lagi di kelas-kelas biasa akan tetapi sudah terseleksi pada kelas-kelas awal.






PEMBAHASAN

A. Pengertian Diagnostik
Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndik e dan Hagen , diagnosis dapat diartikan sebagai :
1. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symtoms)
2. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial;
3. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implisit telah tercakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian dalam proses diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktor-faktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut.
Kesulitan belajar merupakan problem yang nyaris dialami oleh semua siswa. Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar. Kesulitan belajar mencakup pengertian yang luas dan termasuk hal-hal di bawah ini:
• Learning Disorder, adalah keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan.
• Learning Disabilities, adalah ketidakmampuan seseorang yang mengacu pada gejala di mana anak tidak mampu belajar, sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
• Learning Disfunction, adalah gejala yang menunjukkan di mana proses belajar mengajar seseorang tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda sub normalitas mental, gangguan alat indera atau gangguan psikologis lainnya.
• Underachiever, adalah mengacu pada anak-anak yang memiliki potensi intelektual di atas normal tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
• Slow Learner, adalah anak yang lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak.

B. Gejala-gejala Ksulitan Belajar
Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Warkitri dkk. (1990 : 8.5 – 8.6), individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut.
1. Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding sebelumnya.
3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.
7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.

C. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Menurut Burton, sebagaimana dikutip oleh Abin S.M. (2002 : 325-326), faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar individu dapat berupa faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam diri yang bersangkutan, dan faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri yang bersangkutan.

1. Faktor Internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kejiwaan dan faktor kejasmanian.
a. Faktor kejiwaan, antara lain :
1) minat terhadap mata kuliah kurang;
2) motif belajar rendah;
3) rasa percaya diri kurang;
4) disiplin pribadi rendah;
5) sering meremehkan persoalan;
6) sering mengalami konflik psikis;
7) integritas kepribadian lemah.
b. Faktor kejasmanian, antara lain :
1) keadaan fisik lemah (mudah terserang penyakit);
2) adanya penyakit yang sulit atau tidak dapat disembuhkan;
3) adanya gangguan pada fungsi indera;
4) kelelahan secara fisik.
2. Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor yang berada atau berasal dari luar mahasiswa. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua : faktor instrumental dan faktor lingkungan.
a. Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental yang dapat menyebabkan kesulitan belajar mahasiswa antara lain :
1) Kemampuan profesional dan kepribadian dosen yang tidak memadai;
2) Kurikulum yang terlalu berat bagi mahasiswa;
3) Program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun dengan baik;
4) Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Penyebab kesulitan belajar yang berupa faktor lingkungan antara lain :
1) Disintegrasi atau disharmonisasi keluarga;
2) Lingkungan sosial kampus yang tidak kondusif;
3) Teman-teman bergaul yang tidak baik;
4) Lokasi kampus yang tidak atau kurang cocok untuk pendidikan.

D. Ketentuan Norma Kesulitan belajar
Ketentuan untuk mengetahui adanya kesulitan belajar sisiwa didasarkan pada :
1. Tujuan Pendidikan yang ingin dicapai;
2. Kedudukan anak dalam kelompoknya;
3. Perbandinagn antara potensi dan prestasi yang telah dicapai;
4. Kepribadian siswa.

E. Langkah-langkah untuk Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Diganosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri dari langkah-langkah yang tersusun secara sistematis. Menurut Rosss dan Stanley , tahapan-tahapan diagnosis kesulitan belajar adalah jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
a. Who are the pupils having trouble ? (Siapa siswa yang mengalami gangguan ?)
b. Where are the errors located ? (Di manakah kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilokalisasikan ?)
c. Why are the errors occur ? (Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi ?)
d. What are remedies are suggested? (Penyembuhan apa saja yang disarankan?)
e. How can errors be prevented ? (Bagaimana kelemahan-kelemahan itu dapat dicegah ?)
Pendapat Roos dan Stanley tersebut dapat dioperasionalisasikan dalam memecahkan masalah atau kesulitan belajar mahasiswa dengan tahapan kegiatan sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan :
• Menganalisis prestasi belajar
Dari segi prestasi belajar, individu dapat dinyatakan mengalami kesulitan bila : pertama, Nilai bersangkutan lebih rendah dibanding nilai rata-rata klasnya; kedua, prestasi yang dicapai sekarang lebih rendah dari sebelumnya; dan ketiga, prestasi yang dicapai berada di bawah kemampuan sebenarnya.
• Menganalisis periaku yang berhubungan dengan proses belajar.
Analisis perilaku terhadap siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar dilakukan dengan : pertama, membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku siswa lainnya yang berasal dari tingkat atau kelas yang sama; kedua, membandingkan perilaku yang bersangkutan dengan perilaku yang diharapkan oleh lembaga pendidikan.
• Menganalisis hubungan sosial
Intensitas interaksi sosial individu dengan kelompoknya dapat diketahui dengan sosiometri. Dengan sosiometri dapat diketahui individu-individu yang terisolasi dari kelompoknya. Gejala tersebut merupakan salah satu indikator kesulitan belajar.
2. Melokalisasi letak kesulitan belajar
Setelah siswa yang mengalami kesulitan belajar diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menelaah :
• pada mata Pelajaran apa yang bersangkutan mengalami kesulitan;
• pada aspek tujuan pembelajaran yang mana kesulitan terjadi;
• pada bagian (ruang lingkup) materi yang mana kesulitan terjadi;
• pada segi-segi proses pembelajaran yang mana kesulitan terjadi.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Pada tahap ini semua faktor yang diduga sebagai penyebab kesulitan belajar diusahakan untuk dapat diungkap. Tahap ini oleh para ahli dipandang sebagai tahap yang paling sulit, mengingat penyebab kesulitan belajar itu sangat kompleks, sehingga hal tidak dapat dipahami secara sempurna, meskipun oleh seorang ahli sekalipun.
Teknik pengungkapan faktor penyebab kesulitan belajar dapat dilakukan dengan :
• observasi;
• wawancara;
• kuesioner;
• skala sikap,
• tes; dan
• pemeriksaan secara medis.
4. Memprakirakan alternatif pertolongan
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan secara matang pada tahap ini adalah sebagai berikut.
• Apakah siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut masih mungkin untuk ditolong ?
• Teknik apa yang tepat untuk pertolongan tersebut ?
• Kapan dan di mana proses pemberian bantuan tersebut dilaksanakan ?
• Siapa saja yang terlibat dalam proses pemberian bantuan tersebut ?
• Berapa lama waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut ?
5. Menetapkan kemungkinan teknik mengatasi kesulitan belajar
Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan rencana yang meliputi : pertama, teknik-teknik yang dipilih untuk mengatasi kesulitan belajar dan kedua, teknik-teknik yang dipilih untuk mencegah agar kesulitan belajar tidak terjadi lagi.
6. Pelaksanaan pemberian pertolongan
Tahap keenam ini merupakan tahap terakhir dari diagnosis kesulitan belajar siswa. Pada tahap apa saja yang telah ditetapkan pada tahap kelima dilaksanakan.
Sifat dan jenis kesulitan belajar siswa pastilah bervariatif, maka dengan itu dapat dilakukan usaha pemberian banuan yang mungkin dapat diberikan dalam bentuk :
1. Pemberian tugas-tugas tambahan;
2. Menggunakan metode belajar yang lain atau bervariatif yang dimungkinkan dapat membantu dan mencegah terjadinya kejenuhan;
3. Pemindahan kelompok yang diprakirakan dapat membantu;
4. Meminta teman sebayanya yang pandai untuk membantu belajar;
5. Memberikan latihan belajar tertentu untuk mendasari dan menunjang kemampuan belajar, seperti latihan membaca, menulis, menghapal dan lain-lain;
6. Mengirimkan kepada ahli khusus untuk memperoleh latihan yang intensif seperti menyuruhnya untuk mengikuti bimbingan belajar (bimbel);
7. Menggembangkan bakat, minat dan potensi khusus yang terdapat pada sisiwa tersebut.



F. Pengajaran Remidial
Setiap guru menyadari bahwa dalam proses belajar mengajar selalu ada siswanya yang mengalami kesulitan belajar sehingga siswa tidak mampu mencapai ketuntasan belajar. Kesadaran tersebut belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh guru untuk mengupayakan solusinya. Belajar tuntas sangat penting dalam mencapai hasil belajar yang baik. Akan tetapi terdapat berbagai variabel yang sangat mempengaruhi ketuntasan belajar. Salah satunya adalah pengajaran remedial.
Pengajaran remedial memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi korektif yang memungkinkan terjadinya perbaikan hasil belajar dan perbaikan segi-segikepribadian siswa.
2. Fungsi pemahaman yang memungkinkan siswa memahami kemampuan dan kelemahannya serta memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa.
3. Fungsi penyesuaian yang memungkinkan siswa menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan kemampuannya.
4. Fungsi pengayaan yang memungkinkan siswa menguasai materi lebih banyak dan mendalam serta memungkinkan guru mengembangkan berbagai metode yang sesuai dengan karakteristik siswa.
5. Fungsi akseleratif yang memungkinkan siswa mempercepat proses belajarnya dalam menguasai materi yang disajikan dan yang terakhir.
6. Fungsi terapeutik yang memungkinkan terjadinya perbaikan segi-segi kepribadian yang menunjang keberhasilan belajar.
Beberapa pendekatan dalam pengajaran remedial pada akhirnya dikembangkan oleh guru ke dalam berbagai strategi pelayanan pengajaran remedial, yaitu :
1. Pendekatan kuratif, pendekatan yang dilakukan setelah diketahui adanya siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran. Tiga strategi yang dapat dikembangkan oleh guru, yaitu : strategi pengulangan, pengayaan dan pengukuhan serta strategi percepatan.
2. Pendekatan preventif, pendekatan yang ditujukan kepada siswa yang pada awal kegiatan belajar telah diduga akan mengalami kesulitan belajar. Strategi pengajaran yang dapat dilakukan, yaitu kelompok homogen, individual, kelas khusus.
3. Pendekatan yang bersifat pengembangan, pendekatan yang didasarkan pada pemikiran bahwa kesulitan siswa harus diketahui guru sedini mungkin agar dapat diberikan bantuan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Sesuai dengan fungsinya, pengajaran remidial dapat dilakukan melalui langkah-langkah pokok sebagai berkut :
1. Pengenalan kasus;
2. Penetapan jenis dan sifat kesulitan;
3. Analisis latar belakang penyebab;
4. Menentukan kemungkinan metode dan teknik yang dapat dipakai dalam pengajaran remidial;
5. Evaluasi da tindak lanjut.
Metode yang dipakai dalam pengajaran remedial harus disesuaikan dengan karakteristik siswa yang mengalami kesulitan belajar. Beberapa metode yang dapat dipergunakan adalah metode pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, tutor sebaya, dan pengajaran individual.




















PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit dengan meneliti (memeriksa) gejala-gejala atau proses pemeriksaan terhadap hal yang dipandang tidak beres. Sedangkan kesulitan belajar adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat melakukan proses belajar sebagaimana mestinya. Jadi diagnosis kesulitan belajar adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh guru atau penyuluh terhadap murid yang diduga mengalami kesulitan belajar untuk menentukan jenis dan kekhususan kesulitan belajar yang dihadapi.
2. Anak didik yang mengalami kesulitan belajar dapat diidentifikasikan dengan ciri-ciri anak didik menunjukkan prestasi yang rendah dibawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas, lambat menyelesaikan tugas-tugas di kelas, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, dan menunjukkan sikap acuh tak acuh, dusta, kurang konsentrasi dan tidak semangat.
3. Setiap guru menyadari bahwa dalam proses belajar mengajar selalu ada siswanya yang mengalami kesulitan belajar sehingga siswa tidak mampu mencapai ketuntasan belajar. Kesadaran tersebut belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh guru untuk mengupayakan solusinya. Belajar tuntas sangat penting dalam mencapai hasil belajar yang baik. Akan tetapi terdapat berbagai variabel yang sangat mempengaruhi ketuntasan belajar. Salah satunya adalah pengajaran remedial, yang memiliki fungsi korektif, pemahaman, penyesuaian, pengayaan dan fungsi akseleratif.







DAFTAR PUSTAKA

____________, (2007) “Alternatif Mengatasi Kesulitan Belajar” Gemari Edisi 73/Tahun VIII/Pebruari 2007 : Jakarta
Abin, S.M. (2002) Psikologi Pendidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Chrisnajanti, Wiwik. (2002) “Pengaruh Program Remedial Terhadap Ketuntasan Belajar Siswa” Jurnal Pendidikan Penabur No.01 / Th.I / Maret 2002 : Jakarta
Koestoer Partowisastro dan A. Hadisuparto. (1998) Diagnosis dan Pemecahan Kesulitan Belajar : Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Warkitri, H. et al. (1990) Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Jakarta : Karunika
Continue Reading

Delapan macam kado hadiah terindah dan tak ternila


Delapan macam kado ini adalah hadiah terindah dan tak ternilai bagi orang-orang yang Anda sayangi.

 Kehadiran.
Kehadiran orang yang dikasihi adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir lewat surat, telepon, foto, atau fax. Namun dengan berada di sampingnya, Anda dan dia dapat berbagi perasaan, perhatian, dan kasih sayang secara lebih utuh dan intensif. Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa kebahagiaan.
 Mendengar.
Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini. Sebab, kebanyakan orang lebih suka didengarkan ketimbang mendengarkan. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati. Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya, ini memudahkan Anda memberikan tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasih pun akan terdengar manis baginya.
 Diam.
Seperti kata-kata, di dalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalaya, diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya "ruang". Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa gemar menasehati, mengatur, mengkritik, bahkan mengomel.
 Kebebasan.
Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupannya. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Makna kebebasan bukanlah "kamu bebas berbuat semaumu". Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.
 Keindahan.
Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik? Tampil indah dan rupawan juga merupakan sebuah kado yang indah. Selain keindahan penampilan pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan suasana di rumah. Vas dan bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan yang tertata indah, misalnya.
 Tanggapan Positif.
Tanpa sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap, atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya ada pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam seminggu terakhir Anda mengucapkan terima kasih atas segala hal yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkah Anda memujinya? Kedua hal itu, ucapan terima kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf) adalah kado indah yang sering terlupakan.
 Kesediaan Mengalah.
Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai menjadi pertengkaran yang hebat. Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado "kesediaan mengalah". Kesediaan untuk mengalah juga dapat melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.
 Senyuman.
Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputusasaan, pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir kali Anda menghadiahkan senyuman manis pada orang yang dikasihi?
Continue Reading
 

Only for My Life Copyright © 2009 Community is Designed by Bie Blogger Template